BKKBN Optimis Turunkan 7,6 Persen Prevalensi Stunting Hingga 2024, Penanganannya Dimulai dari Calon Pengantin

oleh -
Sestama BKKBN Tavip Agus Rayanto saat acara Gebyar Baralek Gadang Aksi Penurunan Stunting Kabupaten Solok, Senin (13/) di Conventionhall Alahan Panjang. Foto: Faiz

SOLOK, SuaraRantau.Com–Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) optimis dapat menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 7,6 persen hingga 2024. Dengan pencapaian tersebut, sehingga target penurunan prevelansi tersebut tercapai tahun depan sebesar 14 persen.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Utama (Sestama) BKKBN Tavip Agus Rayanto saat menghadiri acara Gebyar Baralek Gadang Aksi Penurunan Stunting Kabupaten Solok, Senin (13/) di Conventionhall Alahan Panjang.

Dia mengatakan, Indonesia masih memiliki tantangan besar untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Salah satunya masih tingginya kasus stunting di tengah masyarakat. Indonesia masuk lima besar sebagai negara dengan prevalensi stunting di dunia.

“Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 21,6 persen. Angka ini mengalami penurunan 2,8 persen dibandingkan tahun 2021. Namun masih diperlukan upaya percepatan penurunan stunting, agar dapat mencapai target 14 persen di tahun 2024” harapnya.

Dia mengungkapkan, dengan merangkul seluruh unsur, BKKBN secara kelembagaan optimis bisa menambah penurunkan prevalensi stunting sebesar 7,6 persen. Sehingga target pada 2024 tercapai 14 persen.

Baca Juga: Ada Peluang Investasi Properti Menjanjikan, Saat Ini Dibutuhkan Pembangunan 16 Ribu Unit Rumah di IKN

Sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, pola penanganan harus dimulai dari Calon Pengantin (Catin) dengan melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah. “Jadi sebelum menikah catin harus melalui screening kesehatan terlebih dahulu, serta pendampingan kesehatan reproduksi,” katanya

Terkait kebijakan tersebut, lanjutnya, cakupan catin dan Pasangan Usia Subur (PUS) yanng mendapatkan pemeriksaan kesehatan harus mencapai 90 persen. Begitupun, persentase pasangan catin yang mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting juga harus mencapai 90 persen.

“Data menunjukkan dari 2 juta pasangan yang menikah setiap tahun, kurang dari hanya 10 persen yang memeriksakan kesehatan sebelum menikah. Celakanya, 1,6 juta perempuan baru menikah langsung hamil di tahun pertama. Kondisi itu memiliki risiko terjadinya kasus balita stunting, karena belum mengetahui kondisi kesiapan jasmani,” katanya.

No More Posts Available.

No more pages to load.