Libatkan Banyak Oknum, Peneliti Lingkungan dari Unand Ini Ungkap Jaringan Aktor Tambang Ilegal di Sumbar

oleh -
Peneliti Politik Lingkungan dari Departemen Ilmu Politik Unand Dewi Anggraini, SIP, M.Si. Foto: Dokumen Pribadi Dewi Anggraini

PADANG, SuaraRantau.Com–Maraknya tambang ilegal di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), menarik perhatian Peneliti Politik Lingkungan dari Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Dewi Anggraini, SIP, M.Si.

Dewi Anggraini menjelaskan, pihaknya pernah melakukan penelitian di tahun 2023 tentang jaringan rent seeking yang begitu kompleks di Sumbar bersama Universitas Taman Siswa dalam Journal Of Election and Leadership.

“Praktek rent seeking di tambang ilegal dilakukan dengan cara mempengaruhi otoritas untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan. Artinya, tambang ilegal selalu melibatkan banyak profesi, dari penyewaan alat berat, oknum aparat penegak hukum, birokrat, anggota dewan atau oknum pemerintahan lainnya yang bertindak sebagai pemilik modal,” ujarnya, Rabu, (27/11).

Dewi Anggraini menjelaskan, tambang ilegal tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit. “Oleh karena itu, tambang ilegal membutuhkan pemilik modal yang mampu membiayai biaya produksi, serta jaminan keamanan,” jabarnya.

Baca Juga: Komnas HAM Desak Proses Hukum yang Adil dan Transparan Terkait Kasus Penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan

Di sisi lain, tambang ilegal yang berada jauh di dalam hutan, tentu membutuhkan dukungan logistik perbekalan dan BBM dengan jumlah besar.

“Selain jaminan keamanan dari pembeking di lokasi tambang, mereka juga butuh pasokan logistik BBM jumlah besar. Tentu pasokan BBM ini dipasok oleh oknum-oknum penyalur BBM ilegal yang juga dilindungi oknum aparat dalam pendistribusiannya,” ucapnya.

Dewi Anggraini menjelaskan juga, oknum keamanan yang bertindak sebagai pembeking, disebut dengan rent seeking. Apalagi, semua pelaku aktivitas tambang ilegal yang berada di belakang layar saling mendukung penuh,” jabarnya.

“Dalam tambang ilegal, rent seeking terlihat dari hulu hingga hilir. Awalnya dari pendistribusian BBM bersubsidi, oknum aparat menguasai dan mengelola pendistribusian BBM. Dari antri di SPBU hingga BBM bersubsidi tersebut tiba di lokasi tambang. Selanjutnya, biaya alat berat yang masuk ke lokasi tambang, dan masih banyak yang lain,” jabarnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.