Wisatawan mancanegara ini length of stay (lama tinggal) di Kepulauan Mentawai minimal 10 hari. Jika per hari biaya yang mereka keluarkan 100 USD untuk makan, penginapan dan surfing, dengan retribusi Rp2 juta per orang, bisa menghasilkan pendapatan daerah ratusan miliar.
“Bayangkan saja jika wisatawan mengeluarkan biaya 100 USD per hari, sementara mereka tinggal selama 10 hari, berapa ratus miliar uang masuk. Jika saja pajak diambil 10 persen saja dari 90 ribu wisatawan, maka pendapatan Mentawai luar biasa,” ungkapnya.
Tapi kenyataannya, PAD Kepulauan Mentawai tetap saja rendah. Kondisi ini karena tidak menerapkan digitalisasi. Sehingga yang terjadi kebocoran. Saat ini di Kepulauan Mentawai banyak resort ilegal yang muncul, minuman keras masuk ilegal.
Lain halnya Kota Padang yang banyak PAD-nya, karena mulai menerapkan digitalisasi. Meski menerapkannya butuh waktu. Selain digitalisasi, Audy juga mengingatkan, dengan kemampuan fiskal terbatas, semua daerah di Sumbar harus kreatif mencari sumber pendapatan lain.
“Perlu ada strategi pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota supaya maksimal pendapatannya dan jangan sampai minus. Beberapa pemerintah kabupaten kota harus cari pendapatan lain. Dibutuhkan kolabirasi dan sinergitas bersama. Tingkatkan kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan pendapatan daerah,” harapnya.
Pada kesempatan itu, juga dilaksanakan penandatanganan perjanjian kerja sama tentang Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah dan Sinergi Pemungutan Opsen Pajak Daerah. Selain itu juga ada pemberian penghargaan kepada OPD Pemprov Sumbar Taat Pajak dan rapat pembahasan rencana kerja Opsen Pajak Daerah.
Terkait hal ini, Audy menegaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), daerah diberikan hak mengatur dan mengelola urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Dengan kewenangan ini, pemerintah daerah dapat merumuskan kebijakan perpajakan sesuai karakteristik dan kebutuhan daerah masing-masing.