PADANG, SuaraRantau.Com–Pergantian Menteri Pendidikan Menengah diharapkan membawa perubahan. Khususnya pada sistem zonasi sekolah saat Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Apalagi, pada PPDB jalur zonasi, diharapkan menjadi ajang untuk pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia, serta bertujuan mencapai pendidikan yang lebih adil dan berkualitas.
Realitasnya, PPDB jalur zonasi seakan mendapat dilema yang tidak berkesudahan. PPDB yang dimulai sejak 2017 lalu oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menghadirkan permasalahan setiap tahun, tanpa ada solusi konkrit dari pemerintah.
Pengamat Pendidikan dari Departemen Biologi Universitas Negeri Padang (UNP) Dr. Fitri Arsih menilai, keberadaan sekolah negeri membuat PPDB jalur zonasi terus menjadi dilema saat ini.
Akibat keberadaan sekolah negeri yang belum merata di setiap kecamatan, sehingga terjadi praktek memindahkan Kartu Keluarga (KK) siswa ke alamat yang paling dekat dengan sekolah yang dianggap favorit.
“Akibatnya, banyak warga yang telah lama berdomisili di jarak 5-7 km tidak diterima, karena membludaknya calon siswa yang berjarak kurang dari 3 km yang mendaftar di sekolah yang dianggap favorit,” paparnya, Sabtu, (9/11).
Fitri Arsih memandang, pemindahan KK ini dianggap sebagai tindakan yang tidak melanggar hukum, apalagi pemindahan KK ini dilakukan 1 tahun sebelum PPDB.
“Ini yang menjadi dilemanya, domisili calon peserta didik didasarkan pada alamat pada KK yang diterbitkan paling singkat 1 tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB. Oleh karena itu, pemindahan KK solusi konkrit calon wali murid dalam mendapatkan sekolah favorit,” jabarnya.
Ke depan, Fitri Arsih berharap pengelolaan PPDB melalui jalur zonasi dibuat dan di rancang sedemikian mungkin, hingga tidak merugikan masyarakat.
Sebenarnya sistem zonasi ini sudah dilaksanakan oleh negara-negara lain seperti di Australia, Jepang dan Inggris. Di negara-negara tersebut menurut informasinya, penerimaan jalur zonasi cukup berjalan dengan baik.